Senin, 23 Agustus 2010
Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai masih lambat dalam menangani dugaan adanya mafia hukum dalam kasus pajak Gayus Tambunan. Belum ada tindakan tegas di lingkungan internal. Oleh karena itu, Kejagung dianggap belum pantas mendapat remunerasi.
"Saat ini kan Kejaksaan sedang mengajukan reformasi birokrasi yang berujung pada remunerasi. Adanya kasua Gayus, semakin meyakinkan kalau mereka belum pantas untuk mendapatkan itu," kata peneliti ICW Febri Diansyah saat berbincang lewat telepon, Kamis (1/4/2010).
Febri menilai, banyak permasalahan internal di Kejagung yang diselesaikan dengan kurang maksimal. Sejak adanya kasus terpidana kasus suap Urip Tri Gunawan, lalu kasus narkoba oleh jaksa Esther hingga terakhir penananganan perkara Gayus Tambunan yang hanya dijerat dengan pasal penggelapan.
"Padahal sekarang Jampidsusnya mengaku bisa dijerat dengan pasal korupsi. Nggak pantes kalau jadi jaksa yang hanya bisa menilai itu pasal penggelapan saja," jelasnya.
Lulusan UGM ini juga meminta pandangan para pejabat tentang reformasi birokrasi tidak hanya sebatas pada kenaikan gaji. Perlu ada peningkatan kinerja dan tentu saja perbaikan moral di kalangan pejabat yang menjalankan program tersebut.
"Salah kaprah kalau reformasi birokrasi disamakan dengan kenaikan gaji. Pengalaman meyatakan, dengan adanya kasus Gayus ini, Depkeu masih kebobolan. Lalu ada hakim yang ditangkap KPK. Duit Rp 300 juta saja masih mau diterima," tutupnya.
Untuk diketahui, Polri hingga saat ini sudah menetapkan dua tersangka oknum kepolisian terkait penanganan kasus Gayus. Lalu, Brigjen Pol Raja Erizman dan Edmon Ilyas juga sudah berstatus terperiksa di Propam Polri. Status tersebut, kata mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji sama halnya dengan tersangka di perkara pidana.
Namun, di kalangan kejaksaan belum ada tindakan tegas terhadap para jaksa yang menangani kasus Gayus. Tim eksaminasi masih melakukan pemeriksaan saja terhadap 9 jaksa.
**detik.com**
"Saat ini kan Kejaksaan sedang mengajukan reformasi birokrasi yang berujung pada remunerasi. Adanya kasua Gayus, semakin meyakinkan kalau mereka belum pantas untuk mendapatkan itu," kata peneliti ICW Febri Diansyah saat berbincang lewat telepon, Kamis (1/4/2010).
Febri menilai, banyak permasalahan internal di Kejagung yang diselesaikan dengan kurang maksimal. Sejak adanya kasus terpidana kasus suap Urip Tri Gunawan, lalu kasus narkoba oleh jaksa Esther hingga terakhir penananganan perkara Gayus Tambunan yang hanya dijerat dengan pasal penggelapan.
"Padahal sekarang Jampidsusnya mengaku bisa dijerat dengan pasal korupsi. Nggak pantes kalau jadi jaksa yang hanya bisa menilai itu pasal penggelapan saja," jelasnya.
Lulusan UGM ini juga meminta pandangan para pejabat tentang reformasi birokrasi tidak hanya sebatas pada kenaikan gaji. Perlu ada peningkatan kinerja dan tentu saja perbaikan moral di kalangan pejabat yang menjalankan program tersebut.
"Salah kaprah kalau reformasi birokrasi disamakan dengan kenaikan gaji. Pengalaman meyatakan, dengan adanya kasus Gayus ini, Depkeu masih kebobolan. Lalu ada hakim yang ditangkap KPK. Duit Rp 300 juta saja masih mau diterima," tutupnya.
Untuk diketahui, Polri hingga saat ini sudah menetapkan dua tersangka oknum kepolisian terkait penanganan kasus Gayus. Lalu, Brigjen Pol Raja Erizman dan Edmon Ilyas juga sudah berstatus terperiksa di Propam Polri. Status tersebut, kata mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji sama halnya dengan tersangka di perkara pidana.
Namun, di kalangan kejaksaan belum ada tindakan tegas terhadap para jaksa yang menangani kasus Gayus. Tim eksaminasi masih melakukan pemeriksaan saja terhadap 9 jaksa.
**detik.com**
0 komentar:
Posting Komentar