Kamis, 7 Oktober 2010
Kejaksaan Agung, Kepolisian dan KPK sepakat untuk menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait penanganan kasus korupsi. MoU tersebut dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih dalam penanganan perkara korupsi di antara ketiga institusi penegak hukm tersebut.
"Karena banyak persoalan yang menjadi kendala antara kita, KPK dan Kepolisian nanti bisa melalui MoU. Menurut MoU ada beberapa hal disepakati, supaya tidak terjadi tumpang tindih penyidikan," jelas Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy.
Hal itu dikatakan Marwan kepada wartawan di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Senin (4/10/2010).
Marwan menuturkan, selama ini jika Kepolisian yang melakukan penyidikan akan diberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan dan KPK. Begitu juga dengan Kejaksaan. Namun tidak demikian halnya dengan KPK, karena dalam UU tidak ada ketentuan tersebut.
Oleh karena itu, menurut Marwan, MoU ini diperlukan agar ke depannya penanganan kasus korupsi di antara ketiga institusi penegak hukum bisa sinkron dan tidak tumpang tindih.
"Kalau Kejaksaan menyidik diberitahukan kepada polisi dan KPK. Kalau Kepolisian kan memang sudah ada dalam UU-nya. KPK nanti akan memberitahukan kepada Kejaksaan dan Kepolisian tentang penyidikan yang dilakukan," tuturnya.
Marwan menjelaskan, koordinasi untuk membahas MoU ini sebenarnya sudah dilakukan sejak KPK dipimpin oleh Taufiequrrahman Ruki. Namun sempat beberapa kali tertunda karena pimpinan KPK saat itu, Antasari Azhar menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
Penandatangan Mou ini juga sempat beberapa kali tertunda, salah satunya karena belum adanya pimpinan KPK yang definitif.
"Setelah ada Jaksa Agung definitif, pimpinan KPK yang definitif, Kapolri yang definitif, diharapkan (MoU) bisa ditandatangani," tutup mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) ini. **detik.com**
"Karena banyak persoalan yang menjadi kendala antara kita, KPK dan Kepolisian nanti bisa melalui MoU. Menurut MoU ada beberapa hal disepakati, supaya tidak terjadi tumpang tindih penyidikan," jelas Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy.
Hal itu dikatakan Marwan kepada wartawan di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Senin (4/10/2010).
Marwan menuturkan, selama ini jika Kepolisian yang melakukan penyidikan akan diberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan dan KPK. Begitu juga dengan Kejaksaan. Namun tidak demikian halnya dengan KPK, karena dalam UU tidak ada ketentuan tersebut.
Oleh karena itu, menurut Marwan, MoU ini diperlukan agar ke depannya penanganan kasus korupsi di antara ketiga institusi penegak hukum bisa sinkron dan tidak tumpang tindih.
"Kalau Kejaksaan menyidik diberitahukan kepada polisi dan KPK. Kalau Kepolisian kan memang sudah ada dalam UU-nya. KPK nanti akan memberitahukan kepada Kejaksaan dan Kepolisian tentang penyidikan yang dilakukan," tuturnya.
Marwan menjelaskan, koordinasi untuk membahas MoU ini sebenarnya sudah dilakukan sejak KPK dipimpin oleh Taufiequrrahman Ruki. Namun sempat beberapa kali tertunda karena pimpinan KPK saat itu, Antasari Azhar menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
Penandatangan Mou ini juga sempat beberapa kali tertunda, salah satunya karena belum adanya pimpinan KPK yang definitif.
"Setelah ada Jaksa Agung definitif, pimpinan KPK yang definitif, Kapolri yang definitif, diharapkan (MoU) bisa ditandatangani," tutup mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) ini. **detik.com**
0 komentar:
Posting Komentar