RSS Feed
TOP

Remunerasi Mampu Meminimalisir 'Main Mata' di Kejaksaan?

Kamis, 25 Nopember 2010

Tidak sepadannya gaji seorang jaksa dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi dituding menjadi penyebab gagalnya fungsi Kejaksaan dalam penegakan hukum secara maksimal. Remunerasi diperlukan guna menunjang peran Kejaksaan dan menjauhkan jaksa dari godaan-godaan yang ada saat menangani perkara.

Hal itu terungkap dalam diskusi 'Evaluasi Peran Penegakan Hukum di Indonesia' yang digelar Komisi Hukum Nasional, di Hotel Millenium Sirih, Jl Facrudin, Senin (8/11/2010).

"Kondisi dari income jaksa tidak memadai dalam tantangan ekonomi ke depan. Sehingga bagi mereka bila mendapat income yang memadai akan sangat mengurangi godaan-godaan yang akan datang kepada mereka," kata Anggota Komisi Kejaksaan Halius Hossen.

Halius menambahkan, saat ini sistem pengajian Kejaksaan masih mengikuti sistem pengajian pegawai negeri sipil pada umumnya. "Seyogyanya Kejaksaan sama dengan KPK atau MA, kenapa harus dibedakan?" ujarnya.

Dia mencontohkan, perbedaan mencolok antara gaji seorang jaksa yang berada di Gedung Bundar Kejaksaan Agung sebesar Rp 3,8 juta dengan gaji komisioner KPK yang mampu mencapai Rp 20 juta.

"Tugasnya sama, tantangannya sama, kepentingannya pun sama dalam penegakan hukum bahkan Kejaksaan juga menangani perkara yang tidak hanya pidana khusus," ujarnya.

Meskipun Kejaksaan diterpa penilaian minus oleh masyarakat terkait dengan kualitas kerja Kejaksaan saat ini, dia optimistis Korps Adhyaksa dapat meminimalisir jaksa yang main mata jika renumerasi diberlakukan.

"Jika mereka mendapatkan remunerasi mereka diikatkan dengan ikatan jelas dan tegas. Mereka akan dibebankan motto change or out, kalau mereka melakukan kesalahan mereka keluar dari kejaksaan, saya yakin 12 ribu jaksa akan siap melaksanakan motto itu," tegas Halius yang pernah berprofesi sebagai jaksa selama 36 tahun.

Di tempat sama, Ketua Hukum Nasional JE Sahetapy menolak argumen yang disampaikan Halius. Menurutnya, remunerasi bukan syarat mutlak dalam memaksimalkan peran kejaksaan, terlebih dalam reformasi di tubuh kejaksaan itu sendiri.

"Remunerasi bukan syarat mutlak dalam mereformasi Kejaksaan. Yang terpenting adalah mind set Kejaksaan itu sendiri apakah mereka mau benar benar mengabdi untuk bangsanya?" ujar Sahetapy.**detikNews**

TOP

Kejatisu Kirim Kekurangan Izin Pemeriksaan Rahudman

Kamis, 25 Nopember 2010

Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) telah melengkapi surat izin pemeriksaan terhadap mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan (Pemkab Tapsel), Rahudman Haharap (RH).

Surat tersebut juga telah dikirim kembali ke Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk disampaikan pada Presiden RI, sekaitan izin pemeriksaan RH yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi penyaluran Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Tapsel 2004-2005, yang berdasarkan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terdapat kerugian negara sebesar Rp1,5 miliar lebih.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut (Kajatisu), Sution Usman Adji didampingi Wakajatisu, I Putu Gede Jeladha, Asisten Pidana Khusus, Erbindo Saragih, Asisten Intelijen, Andar Perdana dan Kasipenkum/Humas, Edi Irsan Kurniawan Tarigan, Rabu (24/11) di ruang kerjanya mengatakan, kelengkapan tersebut dibuat atas permintaan Kejagung RI beberapa waktu lalu.

Sebab surat permohonan yang telah dikirimkan sebelumnya ke Kejagung dinyatakan belum lengkap, sehingga dikembalikan lagi pada pihaknya untuk dilengkapi kekurangannya. Sesuai ketentuan yang ada, lanjut Kajatisu, Jaksa Agung meminta pengajuan tersebut harus melampirkan kerugian negara sebagaimana temuan BPK.

Pada surat sebelumnya, pihaknya hanya mengajukan temuan kerugian negara atas nama tersangka Amri Tambunan (AT) yang saat ini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Padang Sidempuan dalam kasus serupa. Pihaknya juga dalam waktu dekat, meminta keterangan dari BPK sebagai saksi ahli atas temuannya tersebut.

Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini Kejatisu telah memeriksa pejabat dan mantan pejabat Pemkab Tapsel sebanyak 15 orang. Mereka diperiksa sebagai saksi, atau dimintai keterangannya untuk melengkapi berkas RH.**analisadaily.com**

TOP

Kejagung Kembalikan Surat Izin Pemeriksaan Wali Kota Medan

Kamis, 25 Nopember 2010.

Kejaksaan Agung belum lama ini telah mengembalikan surat izin permohonan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap tersangka Wali Kota Medan Rahudman Harahap ke Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara untuk segera dilengkapi. Surat yang akan dikirim ke Presiden itu dianggap masih ada kekurangan. Hal itu dibenarkan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumut, Erbindo Saragih di Medan, Sumut, Senin (22/11) malam.

Erbindo mengatakan, surat yang belum lengkap itu akan disempurnakan oleh Kejati Sumut. Selanjutnya, surat tersebut akan dikirimkan secepatnya ke Kejagung. "Kejati Sumut tetap akan bekerja dengan melengkapi surat yang diminta Kejagung," katanya.

Selanjutnya, ia mengatakan, Kejati Sumut tetap serius dalam mengusut kasus dugaan penyimpangan TPAPD di Kabupaten Tapsel yang merugikan keuangan negara itu. Bukti keseriusan dalam menangani kasus tersebut, jelasnya, tim pemeriksa Kejati Sumut terus memeriksa saksi-saksi. "Para saksi-saksi dalam kasus TPAPD itu dimintai keterangan di Kejati Sumut," kata Erbindo.

Sebelumnya, surat pemeriksaan dan pemanggilan terhadap Rahudman itu dikirimkan Kejati Sumut ke Kejagung, 2 November 2010. Rahudman ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Pemkab Tapanuli Selatan (Tapsel) Tahun Anggaran 2005 senilai Rp1,5 miliar pada 26 Oktober 2010. Dugaan korupsi itu terjadi saat Rahudman menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Tapsel.

Penetapan tersebut berdasarkan hasil pengembangan berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka Amrin Tambunan, mantan pemegang kas Sekretariat Daerah Pemkab Tapsel yang dilimpahkan penyidik Polda Sumut ke Kejati belum lama ini. Dalam BAP tersebut, tersangka Amrin Tambunan dalam TPAPD Rp1,5 miliar yang dituduhkan itu dilakukan secara bersama-sama dengan Rahudman Harahap, Sekda Pemkab Tapanuli Selatan saat itu.

Dugaan penyalahgunaan wewenang itu, terjadi pada penyaluran TPAPD Tahun Anggaran 2005. Di mana tersangka Amrin dengan Rahudman telah menyalurkan dana tersebut sebelum disahkannya pada APBD Tahun Anggaran 2005.**metronews.com**


TOP

CALON JAKSA AGUNG SULIT MENGANDALKAN JAKSA KARIR

Jum'at, 19 Nopember 2010

Kondisi kejaksaan RI saat ini sudah sangat mengkhawatirkan sehingga sulit mengandalkan kepemimpinan jaksa karier sebagai Jaksa Agung. Sebab, jaksa karier akan mengalami beban sejarah untuk mengembalikan citra lembaga penegak hukum yang kini sudah tercemar oleh perilaku oknumnya itu.

Demikian rangkuman pendapat Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki, peneliti pada lembaga kajian hukum Indonesia Legal Roundtable (ILR) Asep Rahmat Fajar, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo, mantan Staf Ahli Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Margarito Kamis, dan praktisi hukum Albert Hasibuan yang disampaikan dalam kesempatan terpisah kemarin.

Asep menilai, kondisi jaksa saat ini sudah sangat kritis, terutama setelah terungkapnya banyak hal yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum tersebut terus menurun. Asep menyebutkan beberapa kasus pidana yang melibatkan jaksa makin marak belakangan ini, mulai dari kasus dugaan suap dengan terdakwa jaksa pengkaji kasus penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Urip Tri Gunawan, sampai dengan kasus bocornya rencana penuntutan (rentut) perkara atas nama Gayus Halomoan Tambunan di Pengadilan Negeri Tangerang. Untuk itu, Asep menilai tidak bisa lagi menyerahkan jabatan Jaksa Agung kepada jaksa karier.

"Sebab, jaksa karier memiliki beban sejarah untuk melakukan perbaikan dan tidak akan mampu menghadapi hambatan dari dalam lingkungan kejaksaan, sehingga tidak akan mungkin mengembalikan kepercayaan masyarakat," kata Asep.Padahal, baik Teten maupun Asep menilai, figur Jaksa Agung yang dibutuhkan saat ini adalah figur yang mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penuntutan tersebut. Dia juga harus memiliki kapabilitas dan integritas yang tinggi.Untuk itu, Asep mengingatkan agar figur Jaksa Agung yang baru nanti tidak hanya orang yang paham dengan seluk beluk hukum acara dan teknis hukum dalam melakukan penuntutan maupun penyidikan, tetapi juga harus memahami betul persoalan reformasi birokrasi.

"Untuk itu, penting bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memilih figur Jaksa Agung yang juga memiliki tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi," kata Asep.

Orang-orang yang bukan berasal dari jaksa karier dengan tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi, menurut Asep, masih bisa ditemukan. Dia mencontohkan dua calon pimpinan KPK yang tinggal menunggu fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan) serta Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein yang dinilai Asep masih memenuhi syarat itu.Untuk itu, Teten mempertanyakan lambannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Jaksa Agung definitif. "Ini penundaan yang tidak perlu. Jika sikap ini diteruskan, jelas ada keraguan dalam diri Presiden," kata Teten. Hal tersebut juga menunjukan sikap Presiden yang pro terhadap aparatur kejaksaan yang menolak reformasi birokrasi.Hal senada diungkapkan mantan Staf Khusus Mensesneg yang pengajar hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis. Dia mengatakan, jika memiliki komitmen menegakkan supremasi hukum, Presiden SBY harus mempertimbangkan betul posisi Jaksa Agung diambil dari jalur jaksa nonkarier. Menurut dia, tidak hanya untuk posisi Jaksa Agung, tetapi untuk Jaksa Agung Muda (JAM) pun, sebenarnya dimungkinkan untuk diisi orang luar, terutama untuk JAM Bidang Pengawasan dan JAM Bidang Pembinaan.

"Dua posisi itu sangat strategis untuk menjaga profesionalisme kejaksaan. Kita butuh Jaksa Agung yang kredibel. Jaksa Agung itu kan orang presiden, tidak ada istilah berbagi dengan DPR. Jaksa Agung itu pada titik tertentu bersifat independen, tetapi pada dasarnya dia tetap orangnya presiden. Dari dalam OK, dari luar pun tidak masalah. Cuma, persoalannya, kalaupun dari orang dalam, siapa yang layak untuk menjabat Jaksa Agung itu," kata Margarito

Menurut Adnan, tidak adanya Jaksa Agung definitif mengakibatkan Kejaksaan Agung tidak optimal dalam melaksanakan tugas sebagai lembaga penegak hukum.
"Tampaknya, Presiden SBY lebih mempertimbangkan dampak politik pemilihan Jaksa Agung ketimbang semangat mereformasi Kejaksaan Agung. Jadi, sangat mungkin, yang akan tampil sebagai Jaksa Agung juga orang yang mengecewakan publik," ujar Adnan.
Menurut Adnan, banyak persoalan yang harus dibenahi di dalam Kejaksaan Agung saat ini. Untuk itu, harus dilakukan sesegera mungkin dengan cara Presiden menetapkan Jaksa Agung definitif.
"Agar tidak terjadi tarik-menarik kepentingan, seyogianya Jaksa Agung yang baru dipilih dari unsur nonkarier," kata Adnan.

Kalau posisi tersebut dijabat lagi oleh orang dalam, Adnan menilai akan menyulitkan upaya perbaikan lembaga tersebut yang citranya sudah rusak akibat ulah oknumnya. Menurut Adnan, Jaksa Agung nonkarier membuat upaya melakukan reformasi birokrasi di lembaga penegak hukum itu lebih terbuka.
"Orang seperti Mas Achmad Santosa (anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum) bisa dipertimbangkan. Kiprah Mas Ota sudah sangat dikenal di kalangan masyarakat luas," kata Adnan.
Sementara itu, Albert Hasibuan mengatakan, desakan masyarakat agar Presiden segera menunjuk Jaksa Agung definitif merupakan sebuah keharusan."Ini sebuah keharusan yang mendesak untuk dilakukan oleh Presiden. Tuntutan masyarakat agar penegakan hukum berjalan efektif menjadi alasan utamanya. Karena itu, Presiden harus segera menunjuk Jaksa Agung definitif," ujar Albert.

Albert tidak mempersoalkan latar belakang calon Jaksa Agung tersebut. Namun, yang perlu diingat sosok itu harus mampu melaksanakan tugas sesuai dengan keinginan masyarakat.
"Yakni, mampu membenahi kondisi internal kejaksaan dan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dalam menegakkan hukum, terutama menyangkut pemberantasan korupsi yang masih mengecewakan," ujar Albert.**suarakarya-online**


TOP

Kadis Kesehatan Nisel diperiksa

Jum'at, 12 November 2010

Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) memeriksa Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Nias Selatan (Nisel), terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan dan obat-obatan di daerah itu senilai Rp3,5 miliar.

"Benar, Kadis Kesehatan Nisel berinisial AD sudah memenuhi panggilan kita. Pejabat tersebut diperiksa masih sebagai saksi," kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejatisu Erbindo Saragih, pagi ini.

Pemeriksaan AD, lanjut Erbindo, merupakan bagian dari tindak lanjut penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan dan obat-obatan di Dinas Kesehatan Nisel yang dilakukan tim penyidik tindak pidana khusus Kejatisu.

Mengenai kemungkinan AD selaku bagian dari kuasa pengguna anggaran (KPA) ditetapkan sebagai tersangka, Erbindo mengatakan, hal itu masih dalam penyelidikan. "Semuanya masih diselidiki apakah dia terlibat atau tidak, tergantung penyidikan dan bukti-bukti yang ada," tegasnya.

Menurut Erbindo, kasus ini masih terus dikembangkan. Pengumpulan bukti dan keterangan masih terus berjalan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat selain ketiga tersangka. "Peluang bertambahnya tersangka baru tetap ada, hanya semua tergantung barang bukti sebagaimana ketentuan hukum, " katanya.

Sebelumnya, tim Pidsus Kejatisu menetapkan tiga tersangka yakni KH Pejabat Pembuat Komitem (PPK), AM staf program pada P2 Dinkes Nias Selatan selaku panitia pengadaan obat-obatan dan perbekalan kesehatan Dinas Kesehatan Nias Selatan serta KD selaku rekanan.

Bentuk perbuatan korupsi tersebut dilakukan dengan mark up harga obat dan pengadaan obat tidak sesuai prosedur. Akibatnya, negara dirugikan senilai Rp2,5 miliar dari nilai pagu pengadaaan obat sebesar Rp3,5 miliar.**waspada.co.id**

TOP

JAJARAN KEJATI SUMUT TANGANI RATUSAN PERKARA KORUPSI

Jum'at, 12 November 2010

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) bersama jajarannya kejaksaan negeri (Kejari) daerah ini kini sedang menangani ratusan perkara korupsi.

Dari jumlah itu, 130 kasus di antaranya sudah ditingkatkan berkasnya ke tahap penyidikan (Dik) dengan 130 tersangka. Termasuk 80 berkas dinaikkan ke tahap penuntutan (Tut) atau ke tahap persidangan. "Dari data perkara di bagian Pidsus, hingga awal November 2010 sudah 130 berkas perkara korupsi masuk ke tahap penyidikan, termasuk sebagian ke tahap penuntutan.

Begitu pun tidak ada yang luar biasa. Semua ini biasa saja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kami di kejaksaan,"kata Kajati Sumut, Sution Usman Adji, Kamis. Ddalam optimalisasi pemberantasan kasus korupsi yang dicanangkan Kejaksaan Agung (Kejagung), Kejati Sumut bersama jajarannya mendapat beban tugas sebanyak 121 penanganan perkara korupsi pada tahun 2010. Sedangkan untuk Kejati dibebankan menangani 18 perkara korupsi.

Namun, kata Kejati Sumut sudah menangani 36 perkara korupsi ke tingkat penyidikan, atau sudah melewati beban tugas dari Kejagung. Kasus yang tahap Dik itu antara lain, kasus pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidrolik di Kabupaten Pakpak Barat dan 3 proyek kegiatan peningkatan jalan di Dinas Bina Marga Simalungun.

Kemudian, kasus pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) di Dinas Kesehatan, Nias Selatan; proyek pengaspalan jalan di Dinas PU Binjai, pemetakan sawah di Asahan, kasus APBD Langkat, dana bantuan banjir Bukit Lawang, Langkat dan lain-lain.

Sedangkan yang sudah tahap penuntutan di antaranya, kasus korupsi anggaran asuransi kesehatan kerja sama Asuransi Beringin Life dengan PT Pelindo I dan kasus pengadaan alkes di RSU Kabanjahe dan lain-lain.

Menjawab pertanyaan, Kajati Sumut membenarkan ada beberapa kasus lagi terkait dugaan korupsi yang sedang diproses. Seperti, pembangunan pasar Siborong-borong di Tapanuli Utara, kasus dugaan korupsi pembangunan 7 kantor SKDP (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di Kabupaten Batubara, berikut pembangunan perkantoran di Nias Selatan.

Sementara itu Kejaksaan Negeri Stabat, Kabupaten Langkat, menetapkan Sekda Kabupaten Langkat HSJ sebagai tersangka korupsi kasus penghitungan kelebihan pembayaran pajak gaji PNS Langkat Tahun 2001-2002, senilai Rp 1 miliar lebih.

Kasi Pidsus Kejari Stabat R Firmansyah SH, Kamis menjelaskan, tidak hanya Sekda saja yang ditetapkan sebagai tersangka, tetapi konsultan pajak berinitial HN juga ditetapkan sebagai tersangka. Menurut Firmansyah, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, HSJ telah dua kali dipanggil sebagai saksi. "Penetapan tersangka tersebut, berdasarkan keterangan dari enam saksi yang sudah dimintai keterangan terkait kasus itu," katanya.**suarakarya-online.com**

TOP

KEJAKSAAN AGUNG LANTIK 7 PEJABAT ESELON II

Kamis, 11 November 2010

Plt Jaksa Agung, Darmono kembali melantik sejumlah pejabat eselon II di lingkungan Kejaksaan Agung. Ada 7 pejabat baru yang dilantik, yakni 4 Kepala Kejaksaan Tinggi, 2 Inspektur pada Jaksa Agung Muda Pengawasan dan seorang staf ahli Jaksa Agung.Pelantikan dilakukan di ruang Baharuddin Lopa, Gedung Utama Kejaksaan Agung, Selasa (9/11).

Empat pejabat yang dilantik menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi adalah Muhammad Yusni yang sebelumnya menjabat Wakil Kejaksaan Tinggi DKI, kini menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Widyo Pramono yang sebelumnya menjabat Inspektur Tindak Pidana Umum pada Jaksa Agung Muda Pengawasan, kini menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.

Kemudian, BD Nainggolan yang sebelumnya menjabat Inspektur Intelijen pada Jaksa Agung Muda Pengawasan, kini menduduki jabatan sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi. Sedangkan AR Nashruddien, yang sebelumnya menjabat Wakil Kejaksaan Tinggi Maluku Selatan, kini menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara.

Selain itu, Darmono juga melantik 3 pejabat eselon II yang terdiri atas seorang staf ahli Jaksa Agung dan 2 orang pejabat eselon II pada lingkungan Jaksa Agung muda Pengawasan yaitu, Halili Toha yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, kini menjabat sebagai staf ahli Jaksa Agung.

Lalu, Yuswa Kusumah Affandi Basri yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi, kini menjabat sebagai Inspektur Tindak Pidana Umum pada Jaksa Agung Muda Pengawasan.

Donny Kadnezar Irdan, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, kini menduduki jabatan sebagai Inspektur Intelijen pada Jaksa Agung Muda Pengawasan. **kejaksaan.go.id**

TOP

Kejati Sumut Minta Izin Presiden Periksa Rahudman

Selasa, 9 November 2010


Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sudah mengirimkan surat permohonan izin ke Presiden RI untuk memeriksa Wali Kota Medan Rahudman Harahap sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2005 senilai Rp 1,5 miliar. “Permohonan izin pemeriksaan tersebut dikirimkan melalui Kejaksaan Agung pada 2 November 2010,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumut Erbindo Saragih ketika dihubungi di Medan.

Sebelumnya, Kejati Sumut, Selasa (26/10) menetapkan Wali Kota Medan Ruhudman Harahap sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintah Desa Pemkab Tapanuli Selatan (Tapsel) tahun anggaran 2005 senilai Rp1,5 miliar. Dugaan korupsi itu terjadi saat Rahudman menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Tapsel.

Penetapan tersebut berdasarkan hasil pengembangan berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka Amrin Tambunan, mantan pemegang kas Sekretariat Daerah Pemkab Tapsel yang dilimpahkan penyidik Polda Sumut ke Kejati belum lama ini. Dalam BAP itu, tersangka Amrin Tambunan dituduh mengorupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) senilai Rp1,5 bersama dengan Ruhudman selaku Sekkab. Dugaan penyalahgunaan wewenang itu terjadi pada penyaluran TPAPD tahun anggaran 2005. Di mana tersangka Amrin dengan Rahudman telah menyalurkan dana tersebut sebelum disahkannya APBD 2005.

Erbindo mengatakan, pemeriksaan Rahudman harus mendapat izin dari Presiden RI karena yang bersangkutan saat ini menjabat Wali Kota Medan. Setiap kepala daerah yang akan dipanggil dan diperiksa kejaksaan harus terlebi dahulu mendapat persetujuan dari Presiden RI. “Ini sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” katanya. Selanjutnya, ia mengatakan pihak kejaksaan akan menunggu izin pemeriksaan tersebut. Ketika ditanya sudah berapa orang saksi yang diperiksa dalam kasus tersangka Rahudman, Erbindo mengatakan, sudah tiga orang pejabat dari Pemkab Tapsel yang diperiksa. “Ketiga pejabat itu dimintai keterangan di Kejati Sumut, Senin (1/11) oleh tim pemeriksa,” kata Erbindo**antara.com**

TOP

Mark Up Pengadaan Obat - Dua Pejabat Dinkes Nisel Ditahan

Medan, 5 November 2010


Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) melakukan penahanan terhadap dua pejabat di Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan (Nisel) dalam kasus dugaan tindak pidana mark up pengadaan obat-obatan di Dinkes Nisel tahun 2007. Selain menahan Cristian Hondro dan Abrektus Manao, Kejatisu juga menahan seorang rekanan bernama Kendi Damanik.


Usai menjalani pemeriksaan di ruang Pidana Khusus (Pidsus) Kejatisu, Kamis (4/11) sekitar pukul 17.00 WIB, ketiganya digiring ke Rumah Tahanan (Rutan) Tanjung Gusta Medan, dengan menaiki mobil tahanan BK-9673-YX.


“Ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian dilakukan penahanan. Hasil penyidikan Pidsus ditemukan adanya mark-up dalam pengadaan obat-obatan yang menyebabkan adanya kerugian negara diperhitungkan sebesar Rp 2,5 miliar,” ujar Kasipenkum Kejatisu Edi Irsan Tarigan. Dijelaskannya, Dinkes Nisel mengadakan pengadaan obat-obatan yang bersumber dari APBD Kabupaten Nisel Tahun 2007 dengan Pagu senilai Rp 3,5 miliar yang ternyata dilakukan tanpa proses tender.


Dalam pengadaan itu, Cristian Hondro sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Abrektus Manao sebagai Panitia Pengadaan dan Kendi Damanik sebagai kontraktor dari PT Safeta Rianda. “Dugaan mark up ditemukan karena harga obat tidak standard sesuai dengan Kepmenkes Nomor 521/Menkes/SK/VII/2007,” kata Edi Irsan.


Sementara harga obat yang dipakai dalam pengadaan itu, lanjut Edi Irsan, berpedoman pada SK Bupati Nisel Nomor 050/110/K/2007. “Selain itu pelaksaan pengadaan, bertentangan pada Kepres Nomor 8 tahun 2003 yang merupakan pedoman pada pengadaan barang dan jasa,” jelasnya.


Setelah menetapkan tersangka dan melakukan penahanan tambah, tim penyidik Pidsus ke depanya akan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Ketika ditanyakan apakah kemungkinan akan ada tersangka lain dalam kasus ini seperti Kadis Kesehatan Nisel Rahmat Alyakim Dakhi. Begitu pula dengan Bupati Nisel F Laia SH MH sendiri terkait dengan adanya SK Bupati Nisel Nomor 050/110/K/2007. Edi Irsan tidak bersedia memberikan jawaban. “Tapi nanti akan kita dalami,” ujarnya.


Kasus ini diselidiki berawal dari adanya laporan masyarakat kepada Kacabjari Teluk Dalam sesuai laporan No: 001/KPN-LP2KHN/ I/2009 tanggal 11 Januari 2010 lalu. Oleh BPK RI Perwakilan Medan ditemukan adanya kerugian negara minimal Rp1.783.103.724 dalam pengadaan obat tersebut.


PT Safeta Rianda mendapat penunjukan langsung sesuai dengan surat pejabat pembuat komitmen pengadaan barang jasa Dinkes Nisel No.442.1/02/PPK-PL/IX/2007 tanggal 21 September 2007 yang ditujukan kepada panitia pengadaan Obat-Obatan di Dinkes Nisel.**harian-global.com**

Peta Google

Related Posts with Thumbnails